Minyak mendidih di atas tungku, berdesis saat tempe dan tahu masuk satu per satu. Bau gorengan pagi itu menyebar ke gang-gang sempit, membangunkan warga yang masih setengah ngantuk. Di balik asap dan kerudung lusuh, berdiri seorang ibu tua: Bu Marni, penjual gorengan keliling yang tak pernah absen mangkal di depan masjid setiap pagi.
Hidupnya pas-pasan. Untung bersih sehari? Lima ribu kadang, sepuluh ribu kalau ramai. Tapi ada satu kebiasaan kecil yang terus ia jaga—setiap hari, ia sisihkan seribu rupiah ke kotak amal masjid. Tak peduli cuaca, tak peduli laku atau tidak dagangannya.
“Buat apa, Bu?” tanya seseorang.
Bu Marni tersenyum. “Itu tabungan naik haji, tapi jalurnya bukan via bank. Langsung ke langit.”
Orang-orang menganggapnya bercanda. Tapi hanya Bu Marni yang tahu, setiap sedekah disertai sepotong doa:
“Ya Allah, aku nggak cukup kuat menabung uang, tapi aku kuat menabung harapan.”
Suatu sore, saat ia tengah berjalan pulang, matanya menangkap dompet hitam tergeletak di pinggir jalan. Isinya utuh: uang jutaan, kartu identitas, SIM, STNK motor.
Tanpa pikir panjang, Bu Marni berjalan kaki menuju alamat yang tertera di KTP. Sampai di sana, rumah besar berdiri megah, halaman penuh santri—ternyata milik seorang Kyai ternama.
Yang kehilangan dompet? Anak sang Kyai, mahasiswa yang baru pulang dari luar kota. Setelah memeriksa dompet dan merasa terharu, dia langsung mengeluarkan semua isi uang dari dalam dompet, dan menyodorkannya ke Bu Marni.
Tapi si ibu hanya tersenyum.
“Maaf, Nak. Saya cuma ingin dompet ini kembali ke yang berhak. Saya pulang dulu, gorengan saya belum digoreng semua.”
Dan benar, dia pergi begitu saja.
Beberapa bulan berlalu. Kehidupan Bu Marni masih sama. Tapi suatu pagi, sebuah surat dari Kementerian Agama datang. Dia tercatat sebagai calon jamaah haji tahun ini, semua biaya ditanggung.
Awalnya ia mengira surat itu salah alamat. Tapi ternyata, anak Kyai itu diam-diam mendaftarkannya sebagai balas budi—tanpa pernah memberi tahu.
Hikmah:
Sedekah bukan tentang jumlah, tapi tentang keikhlasan. Doa yang naik dari dapur sederhana bisa menembus langit dan kembali dalam bentuk tak terduga. Kadang, balasan Tuhan datang dari arah yang bahkan tak kita kenal jalannya.
Catatan:
Cerita ini adalah fiksi yang diadaptasi dari berbagai kisah nyata tentang orang-orang yang ikhlas bersedekah walaupun serba kekurangan, dan akhirnya mendapat rezeki luar biasa yang tak disangka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar